Pustining pangestinira gineleng dadya sawiji,
Wijaning ngelmu dyatmika neng kahanan ening-ening
Hakikat ilmu yang sejati itu letaknya pada cipta pribadi maksud dan tujuannya disatukan. Lahirnya ilmu unggul dalam keadaan hening seheningnya.
Dalam paradigma filsafat ilmu, definisi dari ilmu adalah pengetahuan
yang telah diproses sedemikian rupa menggunakan metode, sistematisasi,
memiliki obyek forma/sudut tinjau (point of view) dll. Metode ilmu
berbeda-beda. Tergantung pada obyek material/materi yang diteliti.
Namun, ilmu dalam pemahaman kalangan spiritualis biasanya dipahami lebih
kompleks dari itu. Ilmu tidak hanya pengetahuan yang telah diproses
dengan metode, sietematisasi, obyek dll… melainkan lebih luas. Meliputi
wilayah ilmu sebagai teori dan juga praktik sebagai sarana untuk
manembah ke diri pribadi yang merupakan pengejawantahan DIRI-NYA Gusti
Inkang Akaryo Jagad.
SYEKH SITI JENAR juga menghayati ilmu seperti pemahaman ini.
Terwujudnya ilmu/ngelmu karena ada usaha dan aspek tindakan nyata dari
teori. (Ngelmu iku kalakone kanthi laku) Untuk mendapatkan ngelmu, Siti
Jenar mensyaratkan adanya perjuangan yang berat, sungguh-sungguh, teliti
dan sabar. Bahkan ada syarat khusus yaitu pelaku ngelmu tersebut harus
meper hawa nafsunya. Ilmu yang dicari oleh Siti Jenar adalah ilmu
sejati, yaitu ilmu yang harus dihayati dan memberikan kemanfaatan hidup
di dunia dan diakhirat. Jadi ilmu harus memiliki dimensi
pragmatis/kemanfaatan/kegunaan yang besar.
Teori itu penting namun lebih penting lagi adalah mampu mempraktikkan
ilmu tersebut untuk kemanfaatan sesame makhluk Tuhan. Ibarat insinyur,
teori membangun gedung itu penting. Namun yang lebih penting adalah
bagaimana insinyur tersebut mampu mengaplikasikan teori tersebut untuk
membangun gedung. Syekh Siti Jenar membimbing orang untuk mampu
mengetahui ilmu dari Gusti Yang Maha Tunggal dengan mengetahui kenyataan
ini adalah sebuah perwujudan kodrat-Nya. Siapa yang mampu memiliki ilmu
ini? Tidak lain pribadi yang tahu, paham dan mempraktekkan kodrat,
iradat dan ilmunya.
Ilmu yang sebenarnya/ilmu sejati menurut Siti Jenar berada di dalam
cipta pribadi. Ide dan kreasi yang lahir dari dalam diri sendiri. Yang
adanya di dalam diri yang paling dalam. Biasanya, kita mengetahui
sesuatu itu berasal dari luar, melalui indera/pengalaman indera dan
melalui pengajaran-pengajaran dari orang lain/guru/dosen. Namun, kata
Siti Jenar, ilmu sejati yang memberi pengajaran adalah DIRI SEJATI. Diri
Sejati itu berada di dalam lapisan diri yang paling dalam. Maka,
pengetahuan tentang ilmu sejati, menurut Siti Jenar, hanya bisa
ditemukan melalui ketajaman batin yang sumbernya dari hening dan sepinya
diri. Sebab ilmu sejati memang adanya di kedalaman kesadaran manusia
yang paling dalam.
Untuk mendapatkan ilmu sejati, manusia harus sepi ing pamrih rame ing
gawe. Bebas dari nafsu dan ego pribadi apapun juga. Batin benar-benar
menyatu dalam irama keheningan samadi. Hati dan pikiran tertuju pada
fokus: Hu Allah! Itu saja, sehingga tidak ada konflik batin karena
semuanya hakikatnya SATU. Susah-senang, baik-buruk, benar-salah,
hitam-putih semuanya sumbernya satu dan tidak saling mengalahkan.
Semuanya bisa diresapi dalam diamnya pribadi kita untuk selalu menyatu
dengan pribadi-Nya. Sedulur papat limo pancer: Empat saudara yaitu
ketuban, ari-ari, tali pusat dan darah yang menyertai kelahiran bayi ke
alam dunia. Keempat saudara itu secara simbolik akan mati dan bersifat
sementara, tinggal Pancernya—Ruh—Pribadi yang hidup. Pancer yang berupa
ruh itulah DIRI PRIBADI MANUSIA.
Manusia sejati, menurut Siti Jenar, harus mengetahui GURU SEJATI-nya.
Guru Sejati itu semacam intuisi/indera keenam hasil olahan dari RASA
yang sangat dalam. Guru sejati adalah RUH yang memperkuat Sukma
Sejati/sang pribadi dalam hidup ini. Sementara Sukma Sejati adalah
tempat atau wadah bagi dunungnya SANG PRIBADI. Ilmu-ilmu tentang yang
demikian itulah oleh Siti Jenar dikatakan sebagai ILMU SEJATI. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar